Jumat, 21 September 2012

Hubungan usia ibu dengan kejadian BBLR



BAB I

PENDAHULUAN
                                                                     
1.1.Latar Belakang
Strategi pembangunan nasional untuk mewujudkan Indonesia sehat tahun 2010 yang merupakan integral dari pembangunan nasional yang berwawasan kesehatan mengandung makna bahwa setiap upaya pembangunan harus berkontribusi terhadap peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Tolak ukur derajat kesehatan masyarakat adalah status kesehatan Ibu dan Anak. Hal ini karena Ibu dan Anak dalam keluarga merupakan anggota keluarga yang rentan terhadap masalah kesehatan. Angka kematian bayi (AKB) merupakan indikator yang paling penting untuk menggambarkan tingkat kesehatan masyarakat dan sangat erat kaitannya dengan status kesehatan Ibu dan Anak (Depkes RI, 2001).
Meskipun AKB di Indonesia mengalami penurunan namun angka tersebut masih yang paling tinggi diantara Negara-negara ASEAN. Di bandingkan AKB negara-negara ASEAN pada tahun 2002, AKB di Indonesia masih berada diurutan keenam tertinggi setelah singapura (3 per 1000 kelahiran hidup), Brunai Darussalam (6 per 1000 kelahiran hidup), Malaysia (8 per 1000 kelahiran hidup), Filipina (29 per 1000 kelahiran hidup), Thailand (24 per 1000 kelahiran hidup), Vietnam (30 per 1000 kelahiran hidup), dan di urutan berikutnya Indonesia (35 per 1000 kelahiran hidup) adalah Myanmar (77 per 1000 kelahiran hidup), Laos (87 per 1000 kelahiran hidup) dan Kamboja (96 per 1000 kelahiran hidup) (Depkes, 2004).
Program pembangunan kesehatan yang sudah dilaksanakan selama ini telah berhasil menurunkan AKB di Indonesia. Namun penurunan yang terjadi setelah tahun 70-an berjalan lambat dan menunjukkan kecenderungan Stagnan. Pada tahun 1960, AKB di Indonesia adalah 128 per 1000 kelahiran hidup. Angka ini turun menjadi 68 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1989, 57 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1992 dan 46 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1995 (Depkes, 2003).
Dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 kematian neonatal sebesar 180 kasus. Kasus lahir mati berjumlah 115 kasus. Jumlah seluruh kematian bayi adalah 466 kasus. Distribusi kematian neonatal sebagian besar di wilayah Jawa Bali sebesar 66,7%. Menurut umur kematian 79,4% dari kematian neonatal terjadi pad usia 0-7 hari, dan 20,6% terjadi pada usia 8-28 hari. Proporsi kematian neonatal sebesar 39% dari seluruh kematian bayi (Djaja, 2003).
Hussaini mengutip Mc Cornick (1985) menyatakan bahwa Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) mempunyai kemungkinan kematian pada masa neonatal 40 kali lipat lebih besar daripada bayi dengan berat lahir cukup.Secara umum para ahli menyatakan bahwa proporsi angka BBLR dapat dipergunakan sebagai prediktor  angka kematian neonatal disebabkan oleh BBLR (Hussaini, 1994).
Untuk Provinsi Bengkulu, jumlah bayi lahir mati pada tahun 2004 tercatat sebesar 310 dari 39.579 kelahiran hidup. Artinya Angka Kematian Bayi (AKB) di Provinsi Bengkulu tahun 2004 sebesar 7,83 per 1000 kelahiran hidup. Data yang di peroleh dari Dinas Kesehatan kabupaten/kota tahun 2004 menunjukkan bahwa ditemukan sebanyak 333 bayi dengan BBLR dari 39.912 kelahiran (0,83%) (Profil Kesehatan Provinsi Bengkulu, 2004).
Di Kabupaten Rejang Lebong pada tahun 2004 tercatat 4317 kelahiran hidup dan 38 bayi lahir mati. Sedangkan jumlah kematian bayi baru lahir (0-28 hari) ada 45 kasus, terdiri dari 14 kasus karena BBLR, 1 kasus karena tetanus neonatorum dan 30 kasus karena sebab lain (Laporan Kegiatan Kesehatan Maternal Dan Perinatal Kabupaten Rejang Lebong, 2004).
Sedangkan pada tahun 2005 data Kabupaten Rejang Lebong menunjukkan ada 5530 kelahiran hidup dan 45 kelahiran mati. Jumlah kematian neonatal ada 58 kasus terdiri dari umur <1 minggu ada 50 kasus, umur 1 minggu–1 bulan ada 8 kasus. Berdasarkan sebab kematiannya ada 1 kasus karena tetanus neonatorum, 27 kasus karena BBLR dan 30 kasus karena sebab lain. Adapun BBLR yang dirujuk ada 30 kasus dan yang ditangani ada 70 kasus. Dari data BBLR di atas paling banyak kasus BBLR di Kabupaten Rejang Lebong terdapat di RSUD Curup yaitu 48 kasus (Laporan Kegiatan Kesehatan Maternal Dan Perinatal Kabupaten Rejang Lebong, 2005).
Data tahunan RSUD Curup khususnya pada ruang rawat inap kebidanan dan ruang rawat inap anak, menunjukkan pada tahun 2002 terdapat 7 kasus BBLR dari 412 kelahiran. Pada tahun 2003 terdapat 30 kasus BBLR dari 401 kelahiran, pada tahun 2004 terdapat 47 kasus BBLR dari 343 kelahiran. Dan pada tahun 2005 terdapat 48 kasus dari 292 kelahiran (Rekam Medik RSUD, 2002, 2003, 2004, 2005)
Resiko terbesar BBLR adalah pada wanita yang melahirkan pada usia remaja/kurang dari 20 tahun dan pada usia lebih 35 tahun kemungkinan dapat melahirkan bayi dengan BBLR yaitu berat lahir bayi kurang dari 2500 gr atau lahir prematur (bayi lahir kurang dari 37 minggu kehamilan). Pada penelitian di Canada tahun 2002 ditemukan resiko ini sebesar 40% untuk BBLR dan 20% lahir prematur (Suara Merdeka, 2003). Menurut penelitian Suradi, dkk (2000) usia ibu kurang dari 20 tahun mempunyai peluang 1,27 kali untuk melahirkan bayi dengan BBLR dibandingkan dengan usia ibu 20-35 tahun dan usia ibu lebih dari 35 tahun mempunyai peluang 2,10 kali untuk melahirkan bayi dengan BBLR dibandingkan dengan usia 20-35 tahun.
Sedangkan menurut penelitian Thaib (1992), diketahui bahwa dari beberapa faktor yang mempengaruhi BBLR meliputi faktor usia ibu, jumlah anak, usia kehamilan, jenis kelamin, dan jarak kehamilan. Namun dari hasil kesimpulan peneliti bahwa faktor usia ibu tidak jelas mempengaruhi berat badan bayi baru lahir. Berat badan bayi kurang  2500 gram sebagian kecil (3%) pada kelompok usia kurang dari 20 tahun, dan (8%) pada usia Ibu lebih dari 30 tahun. Tetapi hampir seluruh (89%) pada kelompok ibu dengan usia ideal 20-30 tahun.
Berdasarkan data-data diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan usia ibu dengan kejadian BBLR di rawat inap bangsal kebidanan RSUD Curup. 
 
1.2.Perumusan Masalah
         Perumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara usia Ibu dengan kejadian BBLR di rawat inap bangsal kebidanan RSUD Curup pada bulan Januari 2005 sampai bulan Mei 2006

1.3.Tujuan Penelitian
         1.3.1. Tujuan Umum
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan usia Ibu dengan kejadian BBLR di rawat inap bangsal kebidanan RSUD Curup bulan Januari 2005 sampai bulan Mei 2006.
         1.3.2. Tujuan Khusus
a.       Menggambarkan kejadian BBLR di rawat inap bangsal kebidanan RSUD Curup bulan Januari 2005 sampai bulan Mei 2006
b.      Mengidentifikasi seberapa jauh hubungan usia Ibu dengan kejadian BBLR di rawat inap bangsal kebidanan RSUD Curup bulan Januari 2005 sampai bulan Mei 2006
c.       Untuk mengetahui seberapa besar faktor resiko Ibu terhadap kejadian BBLR di rawat inap bangsal kebidanan RSUD Curup bulan Januari 2005 sampai bulan Mei 2006.

1.4.Manfaat Penelitian
         1.4.1. Bagi Peneliti
Masukan dan pengalaman bagi peneliti tentang cara atau prosedur pelaksanaan penelitian secara terlaksana dan sistematis
         1.4.2. Bagi Responden
Memberi masukan mengenai usia Ibu hamil yang beresiko tinggi dengan kejadian BBLR
         1.4.3. Bagi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi tempat pelayanan kesehatan guna meningkatkan pelayanan
         1.4.4. Bagi Dinas Kesehatan
Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menurunkan angka kematian bayi
         1.4.5. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai informasi awal dan masukan pengembangan penelitian selanjutnya

1.5.Ruang Lingkup Penelitian
Dengan desain penelitian cross sectional, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan usia Ibu dengan kejadian BBLR di rawat inap bangsal kebidanan RSUD Curup bulan Januari 2005 sampai bulan Mei 2006, sebagai sampel dalam penelitian ini adalah seluruh status ibu dan bayi yang baru lahir dan di rawat inap di bangsal kebidanan. Uji statistik yang digunakan untuk membuktikan hubungan adalah Chi-square, dan besarnya hubungan dilihat dari Rasio Prevalens (RP).

1.6.Keaslian Penelitian
Sejauh yang peneliti ketahui, penelitian tentang “Hubungan usia Ibu dengan kejadian BBLR di rawat inap bangsal kebidanan RSUD Curup”belum pernah diteliti.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Konsep Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)
2.1.1.       Definisi BBLR
BBLR adalah neonatus dengan berat badan saat lahir < 2500 gram (Ilyas, 1991), menurut Manuaba (1998) BBLR adalah bayi baru lahir dengan berat badan < 2.500 gram, sedangkan menurut WHO (1999) BBLR adalah semua bayi baru lahir dengan berat badannya <2.500 gram disebut “Low Birth Weight Infant”. Dari ketiga pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa BBLR adalah bayi baru lahir dengan berat badan saat lahir < 2.500 gram.

2.1.2.       Etiologi BBLR
Menurut Manuaba IBG (1998), BBLR disebabkan beberapa faktor yaitu sebagai berikut diantaranya:
1.      Faktor Ibu
a.       Gizi saat hamil yang kurang
Gizi saat hamil yang kurang dapat menyebabkan anemia pada ibu hamil yang akan mengurangi kemampuan metabolisme tubuh sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.
b.      Umur < 20 tahun atau > 35 tahun
Menurut penelitian Suradi, dkk (2000) usia ibu kurang dari 20 tahun mempunyai peluang 1,27 kali untuk melahirkan bayi dengan BBLR dibandingkan dengan usia ibu 20-35 tahun dan usia ibu lebih dari 35 tahun mempunyai peluang 2,10 kali untuk melahirkan bayi dengan BBLR dibandingkan dengan usia 20-35 tahun. Meningkatnya kelahiran bayi pada ibu dengan umur muda atau kurang dari 20 tahun berhubungan dengan tingkat pendidikan yang rendah primipara dan perawatan antenatal sedangkan umur tua berhubungan dengan kurangnya potensial tumbuh janin akibat usia jaringan biologis dan adanya penyakit. Sedangkan menurut penelitian Thaib (1992), diketahui bahwa dari beberapa faktor yang mempengaruhi BBLR meliputi faktor usia ibu, jumlah anak, usia kehamilan, jenis kelamin, dan jarak kehamilan. Namun dari hasil kesimpulan peneliti bahwa faktor usia ibu tidak jelas mempengaruhi berat badan bayi baru lahir. Berat badan bayi kurang  2500 gram sebagian kecil (3%) pada kelompok usia kurang dari 20 tahun, dan (8%) pada usia Ibu lebih dari 30 tahun. Tetapi hampir seluruh (89%) pada kelompok ibu dengan usia ideal 20-30 tahun.
c.       Jarak kehamilan dan bersalin terlalu dekat
Penelitian Thaib tahun 1992 yang mengemukakan jarak kehamilan < 2 tahun berpengaruh terhadap berat bayi lahir rendah, karena masa persalinan yang < 2 tahun mempengaruhi kapasitas tropik uterus yang belum pulih benar.  
Kehamilan kedua atau ketiga terlampau dekat jaraknya memiliki resiko bagi ibu dan janin. Bagi ibu sendiri, secara fisik alat-alat reproduksi belum kembali normal sehingga ada kemungkinan pada kehamilan tersebut ibu mengalami gangguan. Seperti adanya komplikasi diabetes gestasional (gula darah yang muncul saat kehamilan), pre eklamsia (keracunan karena protein yang meningkat), atau anemia (Mila, 2003).
d.      Penyakit menahun Ibu seperti: hipertensi, gangguan pembuluh darah (perokok)
Tekanan darah yang tinggi akan menyebabkan gangguan uteroplasenta dan berkurangnya perpusi plasenta. Sedangkan pada ibu yang merokok diperkirakan penurunan berat lahir pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang merokok selama kehamilan berkaitan dengan hipoksia pada ibu dan janin yang disebabkan oleh kenaikan kadar karboksihemoglobin (Klaus dkk, 1998).
e.       Faktor pekerja
Status pekerjaan secara langsung akan mempengaruhi ketersedian bahan pangan dalam keluarga. Ibu yang bekerja akan dapat menyediakan makanan terutama yang mengandung sumber zat gizi dalam jumlah yang cukup dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja (Khumadi, 1989).
2.      Faktor kehamilan
a.       Hamil ganda
Pertumbuhan janin ganda lebih sering mengalami gangguan dibandingkan janin tunggal yang tanpa pada ukuran sonografi dan berat lahir. Semakin banyak jumlah bayi semakin besar derajat retardasi pertumbuhan (Klaus, 1998).
b.      Perdarahan antepartum
Perdarahan antepartum dapat menyebabkan anemia pada ibu hamil yang akan mengurangi kemampuan metabolisme tubuh sehingga akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.
c.       Komplikasi hamil seperti: pre eklamsia/eklamsia, ketuban pecah dini
Pada kasus pre eklamsi plasenta sering nampak infark, hematoma atau gambaran histopatologi sesuai dengan pre eklamsi. Barangkali hasil pengamatan yang lebih mudah dipahami adalah plasenta bayi-bayi yang mengalami keterlambatan pertumbuhan memiliki fili avaskular yang berlebihan dan rerata atau luas permukaan serta jumlah kapiler dipermukaan plasenta berkurang. Masing-masing sifat tersebut dapat mudah dikaitkan dengan berkurangnya fungsi plasenta (pengurangan nutrisi janin) (Klaus, 1998). Sedangkan ketuban pecah dini akan menyebabkan uterus tidak dapat mempertahankan janin sehingga mencetus kelahiran prematur (Suradi dkk, 2000).
3.      Faktor Janin
a.       Cacat bawaan
b.      Infeksi dalam rahim
Infeksi-infeksi virus tertentu berhubungan dengan retardasi pertumbuhan janin.                                           
           
2.1.3.       Penggolongan BBLR Dan Gambaran Klink/Karakteristik
Menurut JNPKKR POGI (2001), berkaitan dengan penanganan dan harapan hidupnya, baik berat lahir rendah dibedakan dalam:           
1.      Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dengan berat lahir 1.500-2.55 gram
2.      Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR) dengan berat lahir 1.000-1.500 gram
3.      Bayi Berat Lahir Ekstrim Rendah (BBLER) dengan berat lahir < 1000 gram
Selanjutnya menurut Ilyas (1991), menggolongkan berat bayi lahir rendah dalam kelompok:
1.      Prematuria Murni
Prematuria murni adalah bayi yang lahir dengan kehamilan < 37 minggu dan mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan sesuai masa kehamilan atau biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilannya (NKB-SMK)
Gambaran klinik (karakteristik) yang dijumpai:
a.       Berat lahir £ 2.500 gram, panjang badan £ 45 cm, lingkaran dada        < 30 cm, lingkaran kepala < 33 cm
b.      Masa gestasi < 37 minggu
c.       Kepala relatif besar dari badannya
d.      Kulit tipis, transparan, tampak mengkilat dan licin
e.       Lanugonya banyak terutama pada dahi, pelipis, telinga dan lengan
f.       Lemak subkutan kurang sehingga suhu tubuh mudah menjadi hipotermi
g.      Ubun-ubun dan sutura lebar
h.      Genetalia belum sempurna, labio minora belum tetutup oleh labia mayora (pada wanita), pada laki-laki testis belum turun.
i.        Pembuluh darah kulit banyak terlihat sehingga peristaltik usus dapat terlihat.
j.        Rambut tipis, halus dan teranyam.
k.      Tulang rawan dan daun telinga immature (elastisitas daun telinga masih kurang sempurna).
l.        Puting susu belum terbentuk dengan baik.
m.    Pergerakan kurang dan lemah.
n.      Banyak tidur, tangisnya lemah dan jarang, pernafasan tidak teratur dan sering timbul apnoe.
o.      Otot-otot masih hipotonik, sehingga sikap selalu dalam keadaan kedua paha abduksi, sendi lutut dan pergelangan kaki dalam keadaan fleksi atau lurus dan kepala mengarah ke satu sisi.
p.      Reflek tonik-neck lemah.
q.      Reflek menghisap dan menelan serta reflek batuk belum sempurna.
2.      Dismaturitas
Dismaturitas adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa kehamilan. Hal ini karena mengalami gangguan pertumbuhan dalam kandungan
Dismaturitas dapat disebut juga cukup bulan kecil untuk masa kehamilan (NCB-KMK), dismatur dapat terjadi dalam pre-term, term dan post term
Gambaran klinik/karakteristik yang dijumpai:
a.       Pre-term sama dengan bayi prematuritas murni
b.      Term dan post term:
1)      Kulit berselubung vernix caseosa tipis/tidak ada
2)      Kulit pucat/bernoda mekonium, kering, keriput, tipis
3)      Jaringan lemak dibawah kulit tipis
4)      Bayi tampak gesit, aktif dan kuat
5)      Tali pusat berwarna kuning kehijauan

2.1.4.       Penyulit Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Menurut Manuaba, IBG (1998) ada beberapa faktor penyulit bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah:
1.      Umur hamil saat persalinan
Makin muda kehamilan semakin sulit beradaptasi dengan keadaan luar rahim sehingga terjadi komplikasi yang makin besar
2.      Asfiksia/Iskemia otak
Dapat terjadi nekrosis dan perdarahan
3.      Gangguan metabolisme
Menimbulkan asidosis, hipoglikemia dan hiperbilirubinemia
4.      Mudah terinfeksi
Mudah menjadi sepsis dan meningitis
5.      Bila bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah dapat mengatasi, masih perlu dipertimbangkan kelanjutan penyulit, yaitu gangguan panca indra, gangguan sistem motorik syaraf pusat, dapat terjadi Hidrosefalus, Cerebral Palsy

2.1.5.       Upaya Mencegah Terjadinya BBLR
1.      Upayakan agar melakukan antenatal care yang baik, segera melakukan konsultasi, merujuk penderita bila terdapat kelainan
2.      Meningkatkan gizi masyarakat sehingga dapat mencegah terjadinya persalinan dengan Berat Badan Lahir Rendah
3.      Tingkatkan penerimaan gerakan keluarga berencana
4.      Anjurkan lebih banyak istirahat, bila kehamilan mendekati aterm atau istirahat bila terjadi keadaan menyimpang dari partus normal
5.      Tingkatkan kerjasama dengan dukun beranak yang masih mendapat kepercayan masyarakat

2.1.6.       Penatalaksanaan Keperawatan BBLR
Manajemen penatalaksanaan pada bayi dengan berat lahir rendah ini difokuskan dalam 4 hal pokok yaitu peningkatkan upaya nafas, mempetahankan suhu tubuh, pemberian dan pengawasan nutrisi yang adekuat dan pencegahan terhadap infeksi (Wong, 1986).
1.      Peningkatan upaya nafas
Karena kurangh sempurnanya alat-alat pernafasan baik anatomi maupun fisiologi, maka tindakan yang dapat dilakukan dengan membantu upaya nafas untuk mengurangi resiko terjadi komplikasi perdarahan intraventikuler dan kerusakan otak permanen maksimal dapat dilakukan:
a.       Atur posisi kepala dalam posisi netral atau ekstensi dan kepala lebih tinggi untuk mengoptimalkan pertukaran udara serta untuk melancarkan aliran balik vena dari kepala
b.      Pertahankan kebersihan jalan nafas, lakukan section bila perlu untuk mengeluarkan mucus dari nasofaring dan trakea
c.       Observasi dalam upaya nafas atau terjadi sindrom gangguan pernafasan: etraksi dinding dada, nafas cuping hidung, penurunan ekspansi dada dan apnoe
d.      Beri O2 yang cukup (2 liter/menit) untuk membantu bila cyanosis, jangan lebih dari 40% untuk mencegah terjadinya retro leatal fibroblasia
2.      Mempertahankan suhu tubuh
Bayi Berat Lahir Rendah ini mudah sekali terjadi hipotermi perlu diusahakan lingkungan yang cukup untuk bayi:
a.       Bila bayi dirawat di dalam inkubator, maka suhunya untuk bayi dengan berat badan < 2.000 gram adalah 35°C dan untuk bayi dengan berat badan 2.000-2.500 gram adalah 34°C, agar ia dapat mempertahankan suhu tubuh sekitar 37°C kelembaban inkubator diperlukan antara 50-60%. Kelembaban yang tinggi diperlukan bayi dengan sindrom gangguan pernafasan suhu inkubator dapat diturunkan 1°C perminggu untuk bayi yang berat badan 2.000 gram dan secara berangsur-angsur ia dapat diletakkan didalam tempat tidur bayi dengan suhu lingkungan 27°C -29°C. Pemanasan juga dapat dilakukan dengan membungkus bayi dan meletakkan botol-botol hangat disekitarnya atau dengan memasang lampu petromak ditempat tidur bayi
b.      Cara lain untuk mempertahankan suhu tubuh bayi sekitar 36°C-37°C adalah dengan memakai alat perspekheat shield yang diselimutkan pada bayi dalam inkubator. Alat ini berguna untuk mengurangi penghilangan panas karena radiasi akhir-akhir ini telah mulai digunakan inkubator yang dilengkapi dengan alat temperatur sensor (thermistor probe) alat ini ditempelkan di kulit bayi, suhu inkubator dikontrol oleh alat servome chanisme.  Dengan cara ini suhu kulit bayi dapat dipertahankan pada derajat yang telah ditetapkan sebelumnya (Prawiroharjo, 1999).
3.      Pemberian dan pengawasan nutrisi yang akurat
Refleks menelan BBLR belum sempurna, oleh sebab itu pemberian nutrisi harus dilakukan dengan cermat. Penimbangan berat badan dilakukan setiap hari dengan ketat, perubahan berat badan mencerminkan gizi atau nutrisi bayi dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh. Kebutuhan cairan untuk BBLR dengan dismaturitas adalah 120-150 ml/Kg BB per hari atau 100-120 ml/Kg BB per hari. Pemberian dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan bayi untuk segera mungkin mencukupi kebutuhan cairan/kalori, kapasitas lambung BBLR sangat kecil sehingga minum harus diberikan tiap jam (JNPKKR POGI, 2001).
a.       Bayi sebelum diberi susu, teteskan dulu di punggung tangan untuk merasakan apakah susu cukup hangat dan apakah keluarnya susu pertetes dalam setiap detik
b.      Untuk mencegah perut kembung, bayi diberi minum sedikit-sedikit dengan perlahan dan hati-hati. Penambahan susu setiap kali, minum tidk boleh lebih banyak. Penambahan setiap kali minum tidak boleh lebih 30 ml sehari atau lebih 5 ml tiap kali
Apabila bayi menunjukkan tanda-tanda sukar bernafas pada waktu minum, segera lakukan:
a.       Letakkan kepala bayi < 30° hisap cairan yang ada di mulut dan faring
b.      Apabila bayi tetap biru atau tidak bernafas, beri oksigen dan nafas buatan (Prawiraharjo, 1999).
4.      Pencegahan terhadap infeksi
Bayi BBLR mempunyai daya tahan tubuh yang lemah terhadap infeksi untuk mencegahnya maka perlu dilakukan
a.       Pemisahan dari bayi lainnya yang terkena infeksi
b.      Mencuci tangan sebelum dan sesudah memegang bayi
c.       Membersihkan tempat tidur bayi segera setelah tidak dipakai lagi
d.      Setiap bayi mempunyai perlengkapan sendiri
e.       Cegah orang yang infeksi kontak langsung dengan bayi
(Direktorat Bina Kesehatan keluarga Depkes RI, 1991)

2.2.Usia Ibu
2.2.1.      Definisi Usia
Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1999) usia adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan), menurut Hazin, Nur Kholif (1994) usia adalah lama waktu hidup atau ada sejak dilahirkan atau diadakan hidup

2.2.2.      Penggolongan Usia
Menurut Vaughan (1983) penggolongan usia terdiri dari:
1.      Tahap Intra Utero (prenatal)
a. Masa mudigah   : konsepsi sampai 9 minggu
b. Masa janin         : 9 minggu sampai lahir
2.      Tahap Setelah Lahir (pasca natal)
a. Masa Neonatus  : 0-28 hari
b. Masa Bayi         : 1 bulan-12 bulan
3.      Masa Anak-anak
a. Pra sekolah        : 1-6 tahun
b. Sekolah                         : 6-10 tahun
4.      Masa Remaja (pubertas/akil balig)
a. Perempuan         : 8-10-18 tahun
b. Laki-laki                        : 10-12-20 tahun
5.      Masa Dewasa
a. Dewasa Awal    : 19-30 tahun
b. Dewasa Akhir   : 31-39 tahun
6.      Masa Tua               : 40-59 tahun
7.      Masa Manula         : 60 tahun keatas

2.3.Hubungan Usia Ibu dengan BBLR
Menurut Anwar (2003) usia Ibu < 20 tahun dan > 35 tahun termasuk dalam rawan hamil dengan kehamilan beresiko tinggi. Usia Ibu hamil di bawah 20 tahun beresiko melahirkan bayi dengan BBLR. Disebabkan karena organ reproduksi di usia tersebut seperti rahim belum cukup matang untuk menganggung beban kehamilan dan kemungkinan komplikasi seperti terjadinya keracunan kehamilan atau preeklamsi dan plasenta previa yang dapat menyebabkan perdarahan selama persalinan selain itu pada usia ini biasanya karena belum siap ibu secara psikis maupun fisik.
Resiko kehamilan pada Ibu usia > 35 disebabkan pada usia tersebut menurunnya kemampuan organ reproduksi sehingga bisa mengakibatkan perdarahan pada proses persalinan dan preeklamsi. Pengaruh usia terhadap penurunan tingkat kesuburan memang ada hubungan misalnya berkurangnya frekuensi ovulasi atau mengarah ke masalah seperti adanya penyakit endometriosis yang menghambat uterus untuk mengangkat sel telur melalui tuba fallopii yang berpengaruh terhadap proses konsepsi.
Menurut penelitian Suradi, dkk (2000) usia ibu kurang dari 20 tahun mempunyai peluang 1,27 kali untuk melahirkan bayi dengan BBLR dibandingkan dengan usia ibu 20-35 tahun dan usia ibu lebih dari 35 tahun mempunyai peluang 2,10 kali untuk melahirkan bayi dengan BBLR dibandingkan dengan usia 20-35 tahun. Meningkatnya kelahiran bayi pada ibu dengan umur muda atau kurang dari 20 tahun berhubungan dengan tingkat pendidikan yang rendah primipara dan perawatan antenatal sedangkan umur tua berhubungan dengan kurangnya potensial tumbuh janin akibat usia jaringan biologis dan adanya penyakit. Sedangkan menurut penelitian Thaib (1992), diketahui bahwa dari beberapa faktor yang mempengaruhi BBLR meliputi faktor usia ibu, jumlah anak, usia kehamilan, jenis kelamin, dan jarak kehamilan. Namun dari hasil kesimpulan peneliti bahwa faktor usia ibu tidak jelas mempengaruhi berat badan bayi baru lahir. Berat badan bayi kurang  2500 gram sebagian kecil (3%) pada kelompok usia kurang dari 20 tahun, dan (8%) pada usia Ibu lebih dari 30 tahun. Tetapi hampir seluruh (89%) pada kelompok ibu dengan usia ideal 20-30 tahun.















2.4.Kerangka Teori
      Faktor Ibu
1.      Gizi saat hamil yang kurang
2.      Umur < 20 tahun atau > 35 tahun
3.      Jarak kehamilan dan bersalin terlalu dekat
4.      Penyakit menahun Ibu, jantung,
      gangguan pembuluh darah (perokok)
5.      Faktor pekerjaan
Oval: Kejadian  BBLRFaktor Kehamilan
1.      Hamil ganda
2.      Perdarahan antepartum
3.      Komplikasi hamil: preeklamsia/eklamsia
      ketuban pecah dini                                              

Faktor Janin
1.      Cacat bawaan
2.      Infeksi dalam rahim


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN


3.1.   Kerangka Konsep

Kejadian BBLR
 
Variabel Indevenden                                                            Variabel Devenden


 


Text Box: Karakteristik Responden 
a. Jarak Kehamilan 
b. Pekerjaan  
      



Keterangan :
                        : variabel yang diteliti


 
                        : Variabel perancu




3.2.   Hipotesis Penelitian
Ho : Tidak ada hubungan antara usia ibu dengan kejadian BBLR
Ha : Ada hubungan antara usia ibu dengan kejadian BBLR
3.3.   Definisi Operasional
No
Variabel
Defenisi operasional
Cara dan alat ukur
Hasil ukur
Skala ukur
1.
Variabel Independen
Usia Ibu
Lama waktu hidup Ibu terhitung sejak lahir sampai waktu persalinan
Observasi pada status atau register dan lembar observasi
0 : 20-35 th
1 : < 20 th
2 : > 35 th
Ordinal
2.
Variabel Dependen
Kejadian BBLR
Bayi yang dilahirkan dengan berat < 2500 gr
Observasi pada status atau register dan lembar observasi
0 : ya BBLR
1 :  tidak BBLR
Ordinal
3.
Karakteristik Responden
a.               Jarak Kehamilan





b.              Pekerjaan Ibu



a.               Lama waktu antara kehamilan sekarang dengan kelahiran sebelumnya
b.              Aktivitas rutin Ibu dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari



Observasi pada status atau register dan lembar observasi

Observasi pada status atau register dan lembar observasi


0 : 0 th
1 : < 2 th
2 : ≥ 2 th




0 : Bekerja
1 : Tidak Bekerja



Ordinal






Ordinal


3.4.   Desain Penelitian
Penelitian menggunakan survei analitik dengan desain kuantitatif jenis cross sectional karena pengambilan data faktor resiko dan kejadian BBLR dilakukan pada waktu yang bersamaan (Sastroasmoro, 1995).
BBLR (+)
 

Usia ibu < 20 tahun
 
                       
Tidak BBLR (-)
 
      
                   
BBLR (-)
 

Usia ibu 20-35 tahun

 
                       
Tidak BBLR (+)
 
      
                  









BBLR (+)
 

Usia ibu > 35 tahun
 

Tidak BBLR (-)
 





3.5.   Populasi Dan Sampel
  1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh status ibu dan bayi yang lahir di RSUD Curup yang di rawat di bangsal kebidanan pada bulan Januari 2005 sampai dengan bulan Mei 2006 dengan jumlah populasi 476 orang.
  1. Sampel
Sebagai sampel dalam penelitian ini adalah status ibu dan bayi yang memenuhi syarat untuk dijadikan sampel dalam penelitian ini.
Teknik pengambilan sampel: sampel diambil dengan teknik non probability random sampling yaitu judgment sampling.
Besar sampel: sampel yang terpilih adalah status bayi yang memenuhi syarat untuk penelitian. Kriteria yang digunakan adalah:
1.      Bayi yang lahir di RSUD Curup dengan BBLR dan tidak BBLR dari bulan  Januari 2005 sampai dengan Mei 2006 yang dirawat di bangsal kebidanan RSUD Curup
2.      Bayi yang tidak prematur
3.      Status atau register lengkap
Dengan jumlah sampel 401 orang.


3.6.   Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan dirawat inap bangsal kebidanan RSUD Curup pada bulan Juli 2006.

3.7.   Etika Penelitian
Sebelum dilakukan penelitian, penulis terlebih dahulu mengajukan permohonan izin melakukan penelitian kepada panitia etik  RSUD Curup untuk mendapatkan persetujuan pelaksanan penelitian. Lembar persetujuan diteruskan kepada:
1.      Direktur RSUD Curup
2.      Kepala ruangan bangsal kebidanan RSUD Curup
3.      Kepala Medical Record RSUD Curup.
Permohonan izin pada panitia etik bertujuan untuk mengetahui maksud dan tujuan penelitian serta dampak yang diteliti selama pengumpulan data. Bukti telah disetujui penelitian ditandai dengan adanya lembar persetujuan. Jika pihak RSUD menolak maka peneliti tidak akan memaksa dan menghormati haknya
 
3.8.   Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan berdasarkan data dalam status atau register. Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar observasi  yang dirancang sesuai dengan kebutuhan untuk mengumpulkan variabel yang dibutuhkan. Yaitu bayi dengan BBLR atau tidak BBLR dan usia Ibu. Status dan register dikumpulkan adalah status ibu dan bayi yang dirawat inap di bangsal kebidanan RSUD Curup dari Januari 2005 sampai dengan Mei 2006.

3.9.   Pengolahan dan Analisa Data
  1. Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul dilanjutlkan dengan pengolahan data, tahap-tahap pengolahan data:
1)      Mengidentifikasi variabel yang ada dalam status atau register kemudian memindahkan data ke dalam tabel master
2)      Memeriksa isi kelengkapan data pada tabel master (Editing)
3)      Melakukan kode ulang (Recoding) pada variabel sesuai dengan kategori pada hasil ukur
4)      Entry Data, yaitu memasukkan data dari tabel master ke dalam program komputer
5)      Pemeriksaan kembali dan pembersihan data (Cleaning) untuk mengetahui kesesuaian dan ketepatan data untuk mengurangi kesalahan dalam pengkodean dan kategori


  1. Analisa Data
1)      Analisis Univariat
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi masing-masing variabel independent dan dependent dengan menggunakan ukuran proporsi
2)      Analisis Bivariat
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel dependent dan variabel independent. Jenis uji statistik yang digunakan Chi Square (X2) dengan rumus sebagai berikut:


 



Untuk memudahkan perhitungan dibuat tabel 3x2 sebagai berikut:
No
Usia Ibu
BBLR
Jumlah
Ya
Tidak
1.
< 20 tahun
fo
               fh 1.1
fo
               fh 2.1

2.
20-35 tahun
fo
               fh 1.2
fo
               fh 2.2

3.
> 35 tahun
fo
            fh 1.3
fo
fh 2.3

Jumlah




Dasar pengambilan keputusan: dengan membandingkan nilai P dengan a (0,05). Dengan ketentuan sebagai berikut:
Jika: P ≤ 0,05, maka Ho ditolak
Jika: P > 0,05, maka Ho diterima
Untuk mengetahui seberapa besar faktor resiko usia ibu terhadap angka kejadian BBLR dengan menggunakan rumus Ratio Prevalens, dengan menggunakan tabel silang.
Usia Ibu
< 20 tahun
BBLR

Ya
Tidak
Jumlah
Ya
a
b
a + b
Tidak
c
d
c + d
Jumlah
a + c
b + d
N=a+b+c+d

Usia Ibu
20-35 tahun
BBLR

Ya
Tidak
Jumlah
Ya
a
b
a + b
Tidak
c
d
c + d
Jumlah
a + c
b + d
N=a+b+c+d

Usia Ibu
> 35 tahun
BBLR

Ya
Tidak
Jumlah
Ya
a
b
a + b
Tidak
c
d
c + d
Jumlah
a + c
b + d
N=a+b+c+d

Rumus Ratio Prevalensi (RP)
RP =
A/(A+B)
C/(C+D)

Frekuensi harapan untuk masing-masing sel:
E1.1           : (a+b) (a+c)/N
E1.2           : (b+d) (a+b)/N
E2.1           : (a+c) (c+d)/N
E2.2           : (b+d) (c+d)/N
Keterangan:
fo   : frekuensi observasi dari sel baris ke-i dan kolom ke-j
fh   : frekuensi harapan dari sel baris ke-i dan kolom ke-j
df  : (b-1) (k-1)
b    : banyaknya baris
k    : banyaknya kolom
ni   : total baris
nj   : total kolom
N   : total pengamatan

Pada hasil analisis bivariat akan diperoleh Ratio Prevalensi (RP) dengan estimasi Confidence Interval (CI) yang ditetapkan pada tingkat kepercayaan 95%, nilai RP yang diperoleh dapat diinterprestasikan sebagai berikut (Depkes RI, 2002).
Jika RP > 1     : maka artinya menunjukkan ada hubungan antara                 penyakit   dengan paparan.
Jika RP = 1     : maka artinya menunjukkan tidak ada hubungan antara penyakit dengan paparan.
Jika RP < 1     : maka artinya menunjukkan suatu penurunan resiko atau      menunjukkan adanya efek perlindungan (protektif).


BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


4.1.      Alur Penelitian
Setelah peneliti mendapatkan surat pengantar penelitian dari Politeknik Kesehatan Bengkulu Jurusan Keperawatan Curup, peneliti langsung menghadap ke Bagian Pelayanan Dan Diklat RSUD Curup Kabupaten Rejang Lebong dan menyerahkan surat pengantar tersebut untuk mendapatkan izin melakukan penelitian. Setelah mendapat izin, peneliti langsung menghadap kepala ruangan kebidanan RSUD Curup dengan disertai surat izin melakukan penelitian dari Bagian Pelayanan Dan Diklat RSUD Curup. Setelah menghadap kepala ruangan kebidanan dan di izinkan, peneliti langsung melihat buku register ruang kebidanan dan mencatat nomor register ibu-ibu yang melahirkan di ruang kebidanan pada bulan Januari 2005 sampai Mei 2006. Kemudian peneliti melihat arsip status perawatan kebidanan di ruang Medical Record setelah mendapat izin dari kepala ruangan Medical Record. Arsip tersebut dipilih berdasarkan nomor register yang didapat dari buku register kebidanan, dari arsip ini peneliti melihat dan mencatat nama ibu, umur ibu, pekerjaan ibu, jarak kehamilan dan berat bayi yang dilahirkan pada lembar observasi yang telah disiapkan oleh peneliti. Karena peneliti menggunakan desain cross-sectional maka peneliti terlebih dahulu melihat usia ibu dan kemudian baru melihat berat bayi yang dilahirkan dalam waktu yang bersamaan.

4.2.      Gambaran Umum Tempat Penelitian
Rumah Sakit Umum Daerah Curup adalah rumah sakit tipe C yang terletak dijalan Basuki Rahmat nomor 10 di Kabupaten Rejang Lebong. Lokasi ini sangat strategis karena terletak dipusat kota sehingga memudahkan masyarakat menjangkaunya. RSUD Curup merupakan rumah sakit milik pemerintah. RSUD Curup didirikan pada tahun 1969 yang berpusat di Setia Negara. RSUD Curup menjadi rumah sakit tipe C dengan fasilitas pelayanan kesehatan perawatan meliputi raung IGD, Interne/penyakit dalam (Melati), ruang anak (Mawar), ruang bedah (Anggrek), ruang Paviliun (Edelwise), ruang kebidanan dan penyakit kandungan (Teratai), ICU dan OK (kamar operasi). Serta fasilitas rawat jalan meliputi Poli bedah, Poli umum, Poli gigi, Poli KIA, Poli penyakit dalam, Poli KB, Poli mata. RSUD Curup juga mempunyai fasilitas pendukung seperti laboratorium, radiologi, fisioterapi, gigi dan apotik.
RSUD Curup dalam pelaksanaan operasionalnya terdiri dari 1 orang dokter spesialis obstetri dan ginekologi, 1 orang dokter spesialis bedah, 1 orang dokter spesialis anak, 1 orang dokter spesialis penyakit dalam, 15 orang dokter umum dan 1 orang dokter gigi. Dan RSUD Curup memiliki perawat di ruang IGD berjumlah 16 orang, ruang bedah 12 orang, ruang interne 17 orang, ruang anak 12 orang, ruang kebidanan 16 orang, OK 15 orang, ICU 16 orang.

4.3.      Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan usia Ibu  dengan kejadian Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) di RSUD Curup tahun 2006. Responden yang ditemukan terdapat 401 responden. Pengambilan dan pengumpulan data dilakukan mulai tanggal 20 Juli sampai dengan 27 Juli  2006 dengan hasil penelitian sebagai berikut :
4.2.1.Analisis Univariat
Tabel 4.1.
Distribusi Frekuensi Karakteristik Ibu Berdasarkan Usia Ibu
Di Bangsal Kebidanan RSUD Curup Tahun 2006

Karakteristik Usia Ibu
Frekuensi
Persentase (%)
< 20 tahun
20-35 tahun
> 35 tahun
15
326
60
3,74
81,30
14,96
Jumlah
401
100

Berdasarkan tabel 4.1 sebagian besar (81,30%) ibu berusia 20-35 tahun dan sebagian kecil (3,74%) ibu  berusia < 20 tahun. 




]Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Neonatus Berdasarkan Kejadian BBLR Di Bangsal Kebidanan RSUD Curup Tahun 2006

Karakteristik BBLR
Frekuensi
Persentase (%)
Ya
Tidak
99
302
24,7
75,3
Jumlah
401
100%

Berdasarkan tabel 4.2 sebagian besar neonatus (75,3%) tidak mengalami BBLR dan sebagian kecil neonatus (24,7%) mengalami BBLR.
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Karakteristik Ibu Berdasarkan Jenis Pekerjaan Ibu Di Bangsal Kebidanan RSUD Curup Tahun 2006.

Karakteristik Pekerjaan Ibu
Frekuensi
Persentase (%)
Bekerja
Tidak Bekerja
63
338
15,7
84,3
Jumlah
401
100%

Berdasarkan tabel 4.3 hampir seluruh ibu (84,3%) tidak bekerja dan sebagian kecil ibu (15,7%) bekerja.
Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jarak Kehamilan Di Bangsal Kebidanan RSUD Curup Tahun 2006

Karakteristik jarak kehamilan
Frekuensi
Persentase (%)
0 tahun
< 2 tahun
≥ 2 tahun
128
104
169
32,0
25,9
42,1
Jumlah
401
100
Berdasarkan tabel 4.4 hampir sebagian responden (42,1%) memiliki jarak kehamilan ≥ 2 tahun, hampir sebagian lainnya (32,0%) tidak memiliki jarak kehamilan (0 tahun) dan sebagian kecil dari responden (25,9%) memiliki jarak kehamilan < 2 tahun.

4.2.2.Analisis Bivariat
Analisa ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara satu variabel dengan variabel devendent jenis uji statistik yang digunakan adalah Chi-square dengan rumus:

Tabel 4.5
Hubungan Usia Ibu Dengan Kejadian BBLR Di Bangsal Kebidanan
RSUD Curup Tahun 2006

Usia Ibu
BBLR
Jumlah
X2
P
Ya
Tidak
N
%
N
%
N
%
< 20 tahun
7
46,7
8
53,3
15
3,7
12,081
0,002
20-35 tahun
69
21,2
257
78,8
326
81,3
> 35 tahun
23
38,3
37
61,7
60
15
Total
99
24,7
302
75,3
401
100

Berdasarkan tabel 4.5. dari 15 Ibu dengan Usia < 20 tahun melahirkan 7 bayi dengan BBLR. Dari 326 Ibu dengan usia 20 – 35 tahun melahirkan 69 bayi dengan BBLR dan diantar 60 Ibu dengan usia > 35 tahun melahirkan 23 bayi dengan BBLR.
Berdasarkan hasil analisis Bivariat dengan uji Chi – Square dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara usia Ibu dengan kejadian BBLR, karena nilai          P < 0,05. Untuk mengetahui besarnya resiko usia Ibu, maka tabel dipisah menjadi 2 X 2.
Tabel 4.6
Tabel Silang Hubungan Usia Ibu < 20 Tahun dengan Kejadian BBLR

Usia Ibu
< 20 tahun
BBLR
Total
X2
P Value
RP
(95%CI)
Ya
Tidak
n
%
n
%
n
%
Ya
7
46,7
8
53,3
15
4,4
4,048
0,044
1,958
 (1,108 – 3,461)
Tidak
92
23,8
294
76,2
386
96,3
Total
99
24,7
302
75,3
401
100

Berdasarkan tabel 4.6 dari 15 Ibu yang melahirkan dengan usia < 20 tahun mempunyai 7 bayi dengan BBLR dan dari 386 Ibu yang melahirkan dengan usia > 20 tahun mempunyai 92 bayi dengan BBLR.
Secara statistik nilai X2 hitung (4,048) > X2  tabel (3,841) artinya ada hubungan antara usia Ibu dengan kejadian BBLR, dan berdasarkan nilai RP menunjukkan adanya perbedaan resiko antara usia Ibu < 20 tahun dengan usia Ibu > 20 tahun terhadap kejadian BBLR karena RP > 1. Jadi usia Ibu < 20 tahun mempunyai resiko 1,958 kali untuk melahirkan bayi dengan BBLR dibandingkan dengan Ibu yang berusia > 20 tahun. (95% CI =1,108 – 3,461).



Tabel 4.7
Tabel Silang Hubungan Usia Ibu 20-35 Tahun dengan Kejadian BBLR

Usia Ibu
20-35 tahun
BBLR
Total
X2
P Value
RP
(95%CI)
Ya
Tidak
n
%
n
%
n
%
Ya  
69
21,2
257
78,8
326
84,5
11,633
0,001
0,529
(0,374 – 0,749)
Tidak
30
40,0
45
60,0
75
18,7
Total
99
24,7
302
75,3
401
100

Berdasarkan tabel 4.7 dari 326 Ibu yang melahirkan dengan usia 20 – 35 tahun mempunyai 69 bayi dengan BBLR dan dari 75 Ibu yang melahirkan dengan usia < 20 dan > 35 tahun mempunyai 30 bayi dengan BBLR.
Secara statistik nilai X2 hitung (11,633) > X2  tabel (3,841) artinya ada hubungan antara usia Ibu dengan kejadian BBLR, dan berdasarkan nilai RP menunjukkan adanya penurunan resiko atau usia Ibu 20 – 35 tahun bukan merupakan faktor resiko (95% CI =0,374 – 0,749)

Tabel 4.8
Tabel Silang Hubungan Usia Ibu > 35 Tahun dengan Kejadian BBLR

Usia Ibu
> 35 tahun
BBLR
Total
X2
P Value
RP
(95%CI)
Ya
Tidak
n
%
n
%
n
%
Ya
23
38,3
37
 61,7
60
 15,0
7,065
0,008
1,720
 (1,180 – 2,508)
Tidak
76
22,3
265
77,7
341
 85,0
Total
99
24,7
302
75,3
401
100

Berdasarkan tabel 4.8 dari 60 Ibu yang melahirkan dengan usia > 35 tahun mempunyai 23 bayi dengan BBLR dan dari 341 Ibu yang melahirkan dengan usia < 35 tahun mempunyai 76 bayi dengan BBLR.
Secara statistik nilai X2 hitung (7,065) > X2  tabel (3,841) artinya ada hubungan antara usia Ibu dengan kejadian BBLR, dan berdasarkan nilai RP menunjukkan adanya perbedaan resiko antara usia Ibu > 35 tahun dengan usia Ibu < 35 tahun terhadap kejadian BBLR karena RP > 1. Jadi usia Ibu > 35 tahun mempunyai resiko 1,720 kali untuk melahirkan bayi dengan BBLR dibandingkan dengan Ibu yang berusia > 35 tahun. (95% CI =1,180 – 2,508).

4.4.      Pembahasan
Dari hasil penelitian ini diperoleh Ibu yang melahirkan bayi dengan BBLR hampir seluruh ibu (84,3%) tidak bekerja dan sebagian kecil ibu (15,7%) bekerja. Hal ini bertolak belakang dengan teori Khumadi tahun 1989 yang menyatakan bahwa ibu yang bekerja akan dapat menyediakan makanan yang mengandung sumber zat gizi dalam jumlah yang cukup dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja.
Ibu-ibu yang melahirkan bayi dengan BBLR hampir sebagian responden (42,1%) memiliki jarak kehamilan ≥ 2 tahun, hampir sebagian lainnya (32,0%) tidak memiliki jarak kehamilan (0 tahun) dan sebagian kecil dari responden (25,9%) memiliki jarak kehamilan < 2 tahun. Bertentangan dengan penelitian Thaib tahun 1992 yang mengemukakan jarak kehamilan < 2 tahun berpengaruh terhadap berat bayi lahir rendah, karena masa persalinan yang < 2 tahun mempengaruhi kapasitas tropik yang belum pulih sempurna.
Kehamilan kedua atau ketiga terlampau dekat jaraknya memiliki resiko bagi ibu dan janin. Bagi ibu sendiri, secara fisik alat-alat reproduksi belum kembali normal sehingga ada kemungkinan pada kehamilan tersebut ibu mengalami gangguan. Seperti adanya komplikasi diabetes gestasional (gula darah yang muncul saat kehamilan), pre eklamsia (keracunan karena protein yang meningkat), atau anemia (Mila, 2003), pada penelitian ini peneliti hanya melihat pada jarak kehamilan saja tanpa memperhatikan faktor resiko lainnya yang berhubungan dengan BBLR seperti: pada faktor Ibu, faktor kehamilan dan faktor janin.
Menurut penelitian Suradi, dkk (2000) usia ibu kurang dari 20 tahun mempunyai peluang 1,27 kali untuk melahirkan bayi dengan BBLR dibandingkan dengan usia ibu 20-35 tahun dan usia ibu lebih dari 35 tahun mempunyai peluang 2,10 kali untuk melahirkan bayi dengan BBLR dibandingkan dengan usia 20-35 tahun.
 Sedangkan menurut penelitian Thaib (1992), diketahui bahwa dari beberapa faktor yang mempengaruhi BBLR meliputi faktor usia ibu, jumlah anak, usia kehamilan, jenis kelamin, dan jarak kehamilan. Namun dari hasil kesimpulan peneliti bahwa faktor usia ibu tidak jelas mempengaruhi berat badan bayi baru lahir. Berat badan bayi kurang  2500 gram sebagian kecil (3%) pada kelompok usia kurang dari 20 tahun, dan (8%) pada usia Ibu lebih dari 30 tahun. Tetapi hampir seluruh (89%) pada kelompok ibu dengan usia ideal 20-30 tahun.
Menurut Anwar (2003) usia Ibu < 20 tahun dan > 35 tahun termasuk dalam rawan hamil dengan kehamilan beresiko tinggi. Usia Ibu hamil di bawah 20 tahun beresiko melahirkan bayi dengan BBLR. Disebabkan karena organ reproduksi di usia tersebut seperti rahim belum cukup matang untuk menganggung beban kehamilan dan kemungkinan komplikasi seperti terjadinya keracunan kehamilan atau preeklamsi dan plasenta previa yang dapat menyebabkan perdarahan selama persalinan selain itu pada usia ini biasanya karena belum siap ibu secara psikis maupun fisik.
Resiko kehamilan pada Ibu usia > 35 disebabkan pada usia tersebut menurunnya kemampuan organ reproduksi sehingga bisa mengakibatkan perdarahan pada proses persalinan dan preeklamsi. Pengaruh usia terhadap penurunan tingkat kesuburan memang ada hubungan misalnya berkurangnya frekuensi ovulasi atau mengarah ke masalah seperti adanya penyakit endometriosis yang menghambat uterus untuk mengangkat sel telur melalui tuba fallopii yang berpengaruh terhadap proses konsepsi.
Pada uji statistik dengan X2 menunjukkan adanya hubungan antara usia Ibu dengan kejadian BBLR dibangsal kebidanan dan anak RSUD Curup tahun 2006. Dengan X2 hitung = 12,081 dan X2 tabel= 5,591 yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima atau terdapat hubungan antara usia Ibu dengan kejadian BBLR di RSUD Curup tahun 2006. Pada usia Ibu < 20 tahun menunjukkan adanya faktor resiko dimana (RP=1,958). Ibu dengan usia < 20 tahun mempunyai resiko 1,958 kali untuk mempunyai anak dengan BBLR dibandingkan dengan usia > 20 tahun. Dan pada usia Ibu 20 – 35 tahun menunjukkan adanya penurunan resiko dimana RP < 1. Ibu dengan usia > 35 tahun menunjukkan adanya faktor resiko dimana RP = 1,720. ibu yang berusia > 35 tahun  mempunyai resiko 1,720 kali untuk mempunyai anak dengan BBLR dibandingkan Ibu dengan usia < 35 tahun.
Desain pada penelitian ini menggunakan desain Cross Sectional dimana pengambilan resiko dan efek diambil pada saat yang bersamaan (tidak ada dimensi waktu).(Notoadmojo, 2002). Penelitian dengan hubungan Usia Ibu dengan kejadian BBLR masih banyak memiliki keterbatasan dengan alasan sumber data yang digunakan adalah sumber data sekunder yang tidak akurat, dan peneliti hanya melihat pada faktor usia Ibu tanpa memperhatikan faktor resiko lainnya yang mempengaruhi BBLR.






BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN


5.1.      Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilaksanakan tanggal 20 Juli 2006 sampai dengan 27 Juli 2006 maka dapat disimpulkan :
5.1.1.      Gambaran kejadian yang tidak menderita BBLR  sebanyak 302 orang (75,3%) dan yang menderita BBLR sebanyak 99 orang (24,7%).
5.1.2.      Bahwa ada hubungan antara usia Ibu dengan kejadian BBLR di bangsal kebidanan dan anak RSUD Curup periode Januari 2005 sampai Mei 2006.
5.1.3.      Bahwa Ibu dengan usia < 20 tahun mempunyai peluang 1,958 kali untuk mempunyai anak dengan BBLR dibandingkan Ibu dengan > 20 tahun dan pada Ibu dengan  usia > 35 tahun mempunyai peluang 1,720 kali untuk mempunyai anak dengan BBLR dibandingkan Ibu dengan usia   < 35 tahun. Dan pada usia ibu 20-35 tahun tidak beresiko terhadap kejadian BBLR.



5.2.      Saran
Setelah diketahui bahwa usia Ibu mempengaruhi kejadian BBLR maka disarankan:
5.2.1.      Bagi Responden
Disarankan pada ibu-ibu sebaiknya hamil pada usia 20-35 tahun karena tidak beresiko melahirkan bayi dengan BBLR dan tidak dianjurkan hamil pada usia < 20 tahun dan > 35 tahun karena beresiko melahirkan anak dengan BBLR  
5.2.2.      Bagi Rumah Sakit
Agar dapat meningkatkan pelayanan terhadap Ibu hamil terutama dengan Ibu hamil yang beresiko tinggi. Untuk dapat memberikan penyuluhan atau pendidikan kesehatan kepada Ibu – Ibu hamil dengan usia yang beresiko melahirkan anak dengan BBLR tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala komplikasi, penatalaksanaan BBLR dan faktor – faktor resiko yang menyebabkan BBLR.
5.2.3.      Bagi Dinas Kesehatan
Disarankan kepada Dinas Kesehatan agar mencanangkan program penyuluhan kesehatan perencanaan usia saat hamil untuk memberikan pengetahuan kepada ibu-ibu akan resiko melahirkan anak dengan BBLR berdasarkan usia ibu pada saat kehamilan.


5.2.4.      Bagi Peneliti Selanjutnya
Dapat melanjutkan penelitian ini untuk mencari faktor resiko lain dengan desain yang berbeda.